Orang Budha Beribadah Di
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Dalam mitologi Hindu, Budha (Dewanagari: बुध; ,IAST: Budha, बुध) adalah nama untuk planet Merkurius, putra Candra (bulan) dengan Tara alias Rohini. Ia juga dewa barang dagangan dan pelindung para pedagang.
Dalam kitab Purana diceritakan bahwa Candra sang dewa bulan bertikai dengan Wrehaspati sang guru para dewa. Perselisihan tersebut disebabkan karena Candra menculik Tara, istri Wrehaspati. Untuk merebut Tara kembali, Wrehaspati berperang melawan Candra dengan bantuan laskar para dewa, sedangkan Candra dibantu oleh Sukracarya dengan laskar raksasa. Peperangan tersebut dikenal sebagai Tarakamaya Sanggrama. Brahma menengahi perang tersebut sehingga akhirnya perdamaian pun tercapai. Namun, Candra dan Tara sudah telanjur memiliki keturunan, dan diberi nama Budha. Sebagai anak yang lahir dari hubungan yang tak direstui, Wrehaspati pun enggan mengasuh Budha sebagai putra tirinya.
Budha jatuh cinta kepada Ila, putri Manu. Mereka akhirnya menikah dan memiliki putra yang diberi nama Pururawa. Kemudian, Pururawa berputra Ayu, Ayu berputra Nahusa, Nahusa berputra Yayati, dan Yayati berputra Puru. Para raja tersebut merupakan para raja Dinasti Candra, karena mereka adalah keturunan Candra. Setelah beberapa generasi, lahirlah para Pandawa dan Korawa yang termahsyur dalam wiracarita Mahabharata.
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melancarkan kritik karena masih adanya larangan pendirian rumah ibadah di sejumlah daerah di Tanah Air. Ia mencontohkan ada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bersepakat untuk tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah.
"Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yg akan beribadah, sedih itu kalau kita mendengar," kata dia di depan ratusan kepala daerah yang hadir dalam Rakornas Kepala Daerah dan FKPD seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2022.
Kitab Bharatayudha
Mpu Sedah dan Mpu Panuluh adalah pengarang Kitab Bharatayudha yang disusun ketika masa Raja Jayabaya (1135-1159) berkuasa di Kerajaan Kediri.
Kitab ini selesai disusun pada tahun 1157 M (1079 Saka). Karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tersebut berisi gubahan cerita perang Pandawa dan Kurawa di Padang Kurusetra.
Kitab Negarakertagama
Pengarang Kitab Negarakertagama adalah Mpu Prapanca. Sama dengan Sutasoma, Kitab Negarakertagama juga menjadi salah satu
Menurut catatan Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Negara Kertagama (2006), tulisan Mpu Prapanca ini mengisahkan pendahulu Majapahit yang bernama Kerajaan Singhasari, beserta silsilah raja-raja dari wangsa Rajasa.
Kakawin Nāgarakrtāgama atau Kitab Negarakertagama juga memuat banyak sanjungan buat Raja Hayam Wuruk. Kitab yang sama menggambarkan pula kondisi kehidupan sosial, agama, politik, kebudayaan, sampai pemerintahan di Majapahit.
Kitab Pararaton kemungkinan disusun pada sekitar tahun 1535 Saka (1613 M). Pengarang Kitab Pararaton hingga kini belum diketahui.
Sebagaimana Negarakertagama, Kitab Pararaton juga mengisahkan riwayat dari Kerajaan Singasari dan Majapahit. Namun, Pararaton menyajikan versi cerita agak berbeda.
Dalam Kitab Pararaton, terdapat kisah hidup Ken Arok, sosok yang disebut sebagai pendiri Wangsa Rajasa yang berkuasa di Singasari dan Majapahit. Nama ini tidak terdapat dalam Kitab Negarakertagama.
Selanjutnya, kasus HKBP Maranatha di Cilegon
Tahun lalu, salah satu polemik pendirian rumah ibadah pernah muncul salah yaitu soal rencana pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten. Rencana ini mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat hingga perangkat daerah Kota Cilegon.
HKBP Maranatha Cilegon sejatinya telah berdiri sejak 25 tahun lalu, namun sampai saat ini masih di bawah pelayanan HKBP Resort Serang. Keinginan mendirikan rumah ibadah di Cilegon itu karena jemaat di Gereja HKBP Kota Serang sudah tidak tertampung semua.
Panitia Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha mengklaim telah mendapatkan validasi 112 jemaat dari total 3.903 jiwa atau 856 kepala keluarga yang tersebar pada delapan Kecamatan di Kota Cilegon.
Selain itu, meminta dukungan dari 70 warga yang berada di lingkungan Kelurahan Gerem dan juga telah mengajukan permohonan validasi domisili sejak 21 April 2022 kepada Lurah Gerem, Rahmadi. Namun, Lurah Gerem tidak berkenan memberikan validasi atau pengesahan 70 dukungan warga dengan alasan tidak jelas.
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengatakan pembangunan gereja itu masih belum memenuhi syarat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 sehingga dirinya turut menandatangani penolakan pembangunan gereja tersebut pada 7 September 2022.
Helldy merinci persyaratan yang belum terpenuhi, yakni validasi dukungan masyarakat sekitar lokasi gereja, rekomendasi Kemenag Cilegon, dan rekomendasi FKUB.
Hingga kini tidak ada satu pun tempat ibadah umat non-Islam berdiri di Cilegon. Data resmi negara tahun 2019 mencatat ada 382 masjid dan 287 mushala di Cilegon, tanpa ada satu pun gereja, pura, maupun vihara yang tercatat.
Padahal, jumlah warga non-Muslim di Kota Cilegon tidak sedikit, yaitu 6.740 orang warga Kristen, 1.743 warga Katolik, 215 warga Hindu, 215 warga Buddha, dan tujuh warga Konghucu.
Kitab Tantu Panggelaran
Kitab Tantu Panggelaran adalah karya sastra Jawa kuno yang ditulis pada tahun 1557 M. Ditulis dalam rupa prosa, kitab ini menggunakan bahasa Jawa Pertengahan. Pengarah Kitab Tantu Panggelaran tidak diketahui.
Isi Kitab Tantu Panggelaran mengisahkan asal-usul Pulau Jawa menurut versi pemikiran masyarakat Jawa pada era akhir Majapahit. Tantu Panggelaran juga menjadi sejenis buku panduan tentang semua bangunan suci (dharma) yang ada di Pulau Jawa.
Kitab Tantu Panggelaran mengisahkan asal mula keberadaan manusia di Jawa, ajaran tata kehidupan, hingga cerita pemindahan gunung mahameru dari India ke Pulau Jawa.
Unsur pimpinan di daerah diminta memahami aturan
Tidak hanya kesepakatan FKUB, tapi juga peraturan Wali Kota atau Instruksi Bupati yang ikut andil tidak memperbolehkan pendirian rumah ibadah. "Hati-hati lho kita semua harus tahu masalah ini. Konstitusi kita itu memberikan kebebasan beragama dan beribadah, meskipun hanya satu, dua, tiga kota atau kabupaten, tapi hati-hati mengenai ini," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi pun menegaskan bahwa kebebasan beribadah dan kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi. "Ini hati-hati, yang beragama Kristen Katolik Hindu Konghuchu, hati-hati, Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah," kata dia.
Jokowi pun meminta Dandim, Kapolres, Kapolda, Pangdam, Kejari, Kejati, pun memahami aturan dasar ini. "Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan," kata Jokowi.
Kitab Peninggalan Masa Hindu Budha di Indonesia
Kitab Peninggalan Masa Hindu Budha di Indonesia
Khusus karya tulis, ada banyak contoh kitab peninggalan masa Hindu-Budha di Indonesia yang dokumennya masih terjaga hingga kini sehingga bisa dipelajari para peneliti.
Daftar contoh kitab peninggalan masa Hindu-Budha yaitu sebagai berikut:
Pengarang Kitab Sutasoma adalah Mpu Tantular. Di dalam Kitab Sutasoma, terdapat kata "
" yang saat ini menjadi semboyan Negara Republik Indonesia. Kitab Sutasoma merupakan salah satu bukti sejarah Kerajaan Majapahit.
Mpu Tantular menyusun Kitab Sutasoma pada masa kejayaan Majapahit atau tahun 1300-an (abad ke-14 Masehi). Waktu penulisan kitab ini bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, penguasa Majapahit yang paling sukses. Sutasoma pun memaparkan berbagai detail kondisi Majapahit pada abad 14.
Kitab Arjuna Wiwaha
Kakawin Arjunawiwāha atau Kitab Arjuna Wiwaha adalah karya sastra kuno yang dikarang pada masa kekuasaan Raja Airlangga di
(Medang-Kahuripan). Adapun Pengarang Kitab Arjuna Wiwaha adalah Mpu Kanwa.
Mpu Kanwa menyusun kitah Arjunawiwaha pada 1030 M. Isi Kitab Arjunawiwaha adalah gubahan salah satu episode kisah dalam Kitab Mahabharata, yakni Wanaparwa. Kisah ini menceritakan pertapaan Arjuna di Gunung Mahameru untuk mendapatkan senjata yang akan memenangkan Pandawa dalam perang Bharatayuda.
Peninggalan Masa Hindu-Budha di Indonesia
Peninggalan Masa Hindu-Budha di Indonesia
Masa Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beragam peninggalan bersejarah. Berbagai jenis peninggalan masa Hindu-Budha di Indonesia itu adalah:
Selanjutnya, Wapres Ma'ruf Amin turun tangan
Kala itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin ikut menegaskan bahwa rumah ibadah yang telah memenuhi syarat pendirian dari lembaga atau instansi terkait dapat berdiri atau dibangun.
"Kalau (syarat) sudah terpenuhi harus (berdiri), tapi kalau belum terpenuhi, jangan sampai mengaku ini sudah terpenuhi, ini mengaku belum. Nanti diverifikasi saja, diteliti saja, benar tidak sehingga tidak ada lagi yang menyebabkan konflik karena sudah tidak ada," kata Wapres Ma'ruf Amin di sela kunjungan kerjanya di Pontianak, Kalimantan Barat, 22 September 2022.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.
"Nah, dalam masalah pembuatan rumah ibadah itu sudah ada aturannya, yang diwujudkan dalam bentuk PBM, namanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Isinya sebenarnya merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang waktu itu karena ada konflik-konflik rumah ibadah," kata Ma'ruf.
Dengan adanya konflik-konflik untuk mendirikan rumah ibadah, menurut Wapres, maka dibuatlah peraturan yang isinya merupakan kesepakatan para majelis agama.
"Jadi, aturan mendirikan rumah ibadah sudah ada pedomannya dan bukan hanya peraturan menteri. Jiwanya adalah kesepakatan majelis-majelis agama, seperti majelis ulama, Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu), PGI, KWI itu majelis majelis agama, kemudian adanya FKUB yang ada di provinsi sehingga setiap ada konflik itu bisa diantisipasi," kata Ma'ruf.
Oleh karena itu, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada periode pertama Jokowi menjadi presiden tersebut menilai kasus-kasus pendirian rumah ibadah di daerah seharusnya tidak terjadi apabila semua pihak mengikuti aturan yang berlaku.
"Kalau syarat sudah dipenuhi tidak ada alasan untuk menolak, tapi kalau syarat belum dipahami maka tidak boleh suatu agama memaksakan kehendaknya karena syaratnya belum dipenuhi dan semua sudah diatur dan semua sudah ada kesepakatan, jadi tidak ada masalah," ujarnya.
tirto.id - Kitab peninggalan masa Hindu-Budha di Indonesia merujuk pada beberapa karya tulisan yang disusun pada rentang waktu abad ke 4 sampai 16 Masehi. Pada masa itu, sejumlah pujangga, cendekiawan, hingga agamawan yang sebagian mengabdi pada kerajaan aktif menulis sejumlah karya yang hingga kini masih ada jejaknya.
Sudrajat dalam Diktat Kuliah Sejarah Indonesia Masa Hindu Budha (2012) menerangkan, tanda dimulainya sejarah masa kerajaan Hindu-Budha di Indonesia adalah Prasasti Yupa. Prasasti itu merupakan bukti sejarah Kerajaan Kutai di Kalimantan pada sekitar abad ke-4 M.
Pada masa yang sama juga tumbuh Kerajaan Tarumanegara di wilayah Jawa bagian barat. Setelah itu, muncul lebih banyak lagi kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang bukti sejarah keberadaannya lestari hingga kini, termasuk beberapa kitab atau lontar.
Misalnya adalah Kerajaan Kaling, Sriwijaya, Mataram Kuno (Medang), Kahuripan, Kediri, Singasari, hingga Majapahit. Keruntuhan Majapahit pada abad 15 M menandai perubahan drastis di nusantara, yakni kemunculan era kesultanan-kesultanan Islam.